Senin, 05 November 2012

Students’ Perception on IT-Based Learning: A Case at Four Higher Education Institutions In Surabaya



Students’ Perception on IT-Based Learning: A Case at Four Higher Education Institutions  In Surabaya

Soni Harsono
Herizon Chaniago

 (STIE Perbanas Surabaya)

Education developmet has drived the methods of learning in class from teacher-centered learning (TCL) to student-centered learning (SCL).  One of the aspects driving the success of the student-centered learning is the availability and the appropriatness of the information technology system at campus such as the students’ mastery in using computer and some programs, e-learning, as well as the academic information system set specifically based on the university need. This research was conducted to get accurate data on the students’s perspective on the IT-based learning having been introduced to them so the university gets the picture on how the learning has been of successful. The population was the students who were taking the Marketing Management course in four univeristies or colleges. The data was gathered by using questionnaire to 200 respondents chosen using proportional and random sampling. The data was analyzed using a descriptive statistical analysis.
 The respondents were asked on their opinion about the use of information technology that was measured using the parameters of computer knowledge, knowledge about e-learning and academic information systems, the frequency of access to e-learning and academic information systems, and the effect of the use of e-learning to the learning process.
 The results of this study was expected to be useful for: (1) policy considerations to repair or revise the information technology services and the academic information systems, (2) the input toknow the students’ need so the management can find better solution for their better IT-based learning.
 Keywords: perception, information technology, academic information systems.
 http://www.seaairweb.info/Conference/index.aspx

THE EFFECT OF COLLEGE IMAGE ON THE PREFERENCE RECOMMENDATION (A Case Study at STIE Perbanas Surabaya)



THE EFFECT OF COLLEGE IMAGE ON THE  PREFERENCE RECOMMENDATION 
(A Case Study at STIE Perbanas Surabaya)

By Soni Harsono
STIE Perbanas Surabaya
soni@perbanas.ac.id

ABSTRACT
The success of Universities to attract the prospective students undoubtedly depends on the college’s Image. When it has good image, the university can be assumed to have attracted any prospective students.  Therefore, the most important thing is whether the university image is felt by the students as they expected. How to relate the recommendation preference with other parties is required. In this case the prospective students should be dragged into the university image.. This research tries to get accurate data on the students’ evaluation towards the university image. This research uses 150 students of STIE Perbanas Surabaya as the respondents. These students were of the Batch 2009 -2010.  These 150 students were taken by accidental sampling. The analysis used in this study was Struktural Equation Modeling (SEM) with SmartPLS (Partial Least Square) program version 1.0. The result shows that college image has significant effect on the recommendation preference with positive direction. It also shows that when there is a good experience with STIE Perbanas Surabaya (university) the students tend to recommend other prospective students and make them confident with this college.
Keywords: college image and preference recommendation, satisfaction, loyalty.

The Death of Economics

Rabu, 4 Februari 2009 08:43 WIB
Tanpa mengabaikan berbagai pendapat, ada satu makna yang tersirat atas berbagai peristiwa ekonomi yang terjadi di dunia ini, yaitu meragukan akan keandalan teori-teori ekonomi yang dibangun! TURBULENSI pasar keuangan global kian menjadi-jadi pasca-bangkrutnya perusahaan investasi raksasa Lehman Brothers, 15 September 2008. Tak satu negara yang terbebas dari amukan bencana finansial ini, termasuk Indonesia. Pasar keuangan kita ikut dihantam sentimen negatif. Teringat peristiwa besar pada pertengahan 1997, ketika krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi di hampir seluruh negara di Asia, khususnya Asia Timur yang sangat parah, termasuk Indonesia. Peristiwa yang sama melanda negara-negara Amerika Latin, seperti Argentina, Brasil, dan Chili sekitar tahun 60-an, demikian halnya dengan Meksiko dan Kanada. Tidak terkecuali negara-negara berkembang, AS pernah merasakan krisis serupa, yaitu depresi ekonomi semasa Pemerintahan Presiden Roosevelt tahun 1930-an, dan tekanan inflasi 1970-80-an. Krisis ini merupakan refleksi kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat manusia di muka bumi, mengingatkan kita akan sebuah buku berjudul The Death of Economics (1994), karangan Profesor Paul Ormerod. Buku itu melukiskan, bahwa ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik, yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada sekelompok orang tertentu. Dan akhirnya, isu kematian ilmu ekonomi semakin meluas di kalangan cendikiawan dunia dan menimbulkan pertanyaan yang mendasar adakah sistem ekonomi yang dapat memberikan rasa berkeadilan dan memakmurkan semua golongan masyarakat di muka bumi ini? Jika diamati saksama, seolah ada sesuatu yang terjadi dalam sistem ekonomi dunia. Apakah memang ada “invisible hands” atau tangan tidak kelihatan yang mengatur mekanisme ekonomi dunia seperti yang dikemukakan oleh Adam Smith. Berbagai pendapat bermunculan, baik sekadar menanggapi atau perumusan formula ekonomi yang diyakini sebagai obat dari krisis yang terjadi. Pro dan kontra untuk mencari penyebabnya mewarnai antara pendapat satu dengan pendapat lainnya. Tidak sedikit yang mengambinghitamkan AS dan lembaga keuangannya yang paling bertanggung jawab, bahkan ada yang menuding AS dan Eropa menjadi biang keladi krisis ekonomi tahun 2008 ini dengan fenomena yang disebut “The buble of economics”. Keraguan Vs Keyakinan Tanpa mengabaikan berbagai pendapat, ada satu makna yang tersirat atas berbagai peristiwa ekonomi yang terjadi di dunia ini, yaitu meragukan akan keandalan teori-teori ekonomi yang dibangun! Mengapa tidak? Bukankah fungsi suatu teori sebagaimana umumnya adalah untuk menjelaskan hubungan antara berbagai gejala dan fenomena dalam dunia nyata dan dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan arah dan dampak dari berbagai gejala tersebut dikemudian hari? Demikian juga dengan Ilmu Ekonomi, bukan? Kenyataan membuktikan, hakikat dari Ilmu Ekonomi itu yakni bagaimana manusia dapat hidup untuk memperoleh kemakmuran serta kesejahteraan terasa jauh untuk dicapai, bahkan kebijakan yang diambil berdasarkan teori-teori (ekonomi) justru memperpanjang dan menjauhkan dari hakikat ilmu itu sendiri. Wajar jika Profesor Paul Ormerod pada tahuan 1994 menerbitkan buku “The Death of Economics” atau matinya ilmu ekonomi yang disambut luas di berbagai kalangan baik ekonom maupun pembaca umum, sebuah pemikiran yang mencoba mengajak pembacanya untuk merenungkan soal-soal falsafah dan ilmiah tentang ilmu ekonomi itu sendiri. Ada sesuatu yang memang perlu untuk disadari dalam hubungan dengan kehandalan suatu teori, bahwa teori itu sendiri bukanlah suatu kebenaran (mutlak), akan tetapi merupakan suatu metode atau alat untuk mendekati kebenaran. Bisa jadi kebenaran suatu teori bisa diterapkan ditempat lain pada waktu tertentu, tetapi tidak dapat diterapkan di tempat yang lain. Keandalan serta keampuhan suatu teori sangat ditentukan banyak faktor, antara lain konstruksi internal teori itu sendiri dan aplikasinya, seringkali konstruksi internal sudah tepat, namun menjadi lemah dalam menjelaskan dan memprediksi gejala yang sebenarnya. Hal ini berarti ada permasalahan pada aplikasinya. Sebaliknya, pengaplikasian teori itu juga sangat ditentukan berbagai faktor, antara lain adalah para pengambil kebijakan, baik dari sisi kompetensinya maupun kemampuannya, dan bahkan self-interest di balik kebijakan yang diambil. Faktor lainnya yang berada diluar dari konteks kerangka teori yang dibangun adalah adalah situasi dan kondisi. Misalkan terjadinya bencana alam, atau kegiatan serta perilaku-perilaku yang tidak rasional-ekonomis dari pelaku-pelaku bisnis seperti pemakaian bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan seperti melamin, boraks, formalin dan zat pewarna pakaian untuk produk-produk makanan, kegiatan penyelundupan dan penimbunan barang-barang tertentu dari pihak produsen maupun konsumen. Lalu Kemana? Apakah gejala tadi adalah lonceng bagi kematian ilmu ekonomi? Nampaknya tidak! Karena secara alamiah manusia selalu berusaha dan mencoba sesuatu yang baru dengan tujuan menyejahterakan dan memakmurkan hidupnya. Kita mestinya dapat bercermin bagaimana China yang tidak mau didikte maupun diintervensi negara manapun. Kita mesti iri India atas kemajuan ekonominya. Ada berbagai pemikiran tentang sistem ekonomi yang dapat diterapkan : kapitalis, sosialis, campuran kapitalis dan sosialis, ekonomi syariah, atau pemikiran dari karya anak negeri sendiri misalnya koperasi, ekonomi Pancasila, ekonomi kerakyatan, dan lain-lain, tinggal sekarang tergantung adakah kemauan politik dari legislatif maupun eksekutif. Soni Harsono Staf pengajar STIE Perbanas Surabaya, mahasiswa Pascasarjana S3 Ilmu Ekonomi Unair, pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya. http://surabaya.tribunnews.com/m/index.php/2009/02/04/the-death-of-economics