Pemberantasan Korupsi dan Komitmen Organisasi
Tindakan tegas yang dilakukan oleh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung kepada para pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia sudah mulai menampakan hasil, meskipun diakui secara kuantitatif tidak sebanding lurus jika dibandingkan dengan laporan serta pemeriksaan yang masuk tentang adanya indikasi tindak pidana korupsi dari masyarakat di seluruh Indonesia. Selain itu ada kesan tindakan tebang pilih kepada para koruptor membuat masyarakat menjadi gerah melihat sepak terjang dari kedua lembaga tersebut.
Terlepas dari kekurangan diatas, yang patut dibanggakan adalah adanya komitmen dari beberapa lembaga tinggi negara untuk bersama melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Tanggal 31 Januari 2007, Bank Indonesia (BI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan sosialisasi kepada pimpinan perbankan nasional di Jakarta tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam kesempatan itu salah satu Deputi Gubernur BI membacakan sambutan tertulis Gubernur BI dengan statemen: “Bank sebagai salah satu entitas ekonomi tentu tidak luput dari kemungkinan dijadikan sebagai sasaran dan atau sarana tindak pidana korupsi. Mengingat korupsi adalah tindak kejahatan yang menimbulkan kerusakan yang sangat luas, maka penanganannya harus dilakukan secara sistematis, terpadu, dan melibatkan seluruh komponen bangsa”.
Dalam mendukung pelaksanaan pemberantasan tindak pidana korupsi, BI telah menerapkan beberapa kebijakan strategis seperti mengeluarkan peraturan tentang prinsip Know Your Customer (KYC), Good Corporate Governance (GCG) di sektor perbankan, penerapan manajemen risiko dalam pengelolaan bank, fit & proper test terhadap calon dan atau pemilik/pengurus/pejabat bank, serta pembentukan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kejaksaan Agung RI, Kapolri dan Gubernur BI dalam rangka kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan. Disamping itu, BI juga telah membentuk Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP) yang bertugas melakukan Investigasi terhadap kejahatan perbankan membentuk Biro Informasi Kredit (BIK) yang berperan meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan dan governance perbankan secara keseluruhan.
Masalah-masalah Penegakan
Sebagai konsekuensi dari tindakan dan keputusan diatas muncul masalah ketakutan dikalangan birokrat serta pelaku bisnis. Masalah yang sangat dirasakan di kalangan birokrat adalah: (1) ketakutan dalam penggunaan anggaran pembangunan. Beberapa Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota yang menyimpan dana anggaran pembangunannya di perbankan daerah/nasional, dan kemudian dana tersebut oleh perbankan daerah/nasional di investasikan lagi ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Jumlah angka yang sangat fantastis, jika semua anggaran tersebut benar-benar dipergunakan untuk pembangunan. Efek multiplayer dari dana anggaran pembangunan tersebut bisa membantu masyarakat dalam pengurangan pengangguran dan kemiskinan. (2) Banyak birokrat yang menolak menjadi pimpinan proyek (Pimpro), (3) Banyak perusahaan dan rekanan serta pelaku bisnis yang masih bingung menentukan kebijakannya, karena kesimpang siuran informasi dan kebijakan, serta masih banyak lagi masalah lainnya.
Erry Riyana Hardjapamekas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Dialog Interaktif Ikatan Serjana Ekonomi (ISEI) di Surabaya, 02 Februari 2007 mengatakan: Hal ini mungkin bisa dimaklumi karena perubahan seringkali tidak membuat kita nyaman dan Menurut Robert Klitgaard (Rektor Claremont Graduate University) efek dari sebuah peraturan berbentuk kurva J (J curve). Kurva J biasa terjadi saat suatu aturan baru diberlakukan, akan timbul kebingungan yang menyebabkan turunnya kinerja pada awal diterapkannya aturan baru tersebut. Pemicunya adalah: (a) Uncertainty after change,(b) Fear of punishment. Karenanya ketidakpastian akibat perubahan harus ditekan, juga kejelasan aturan main harus diikuti dengan sosialisasi yang efektif, untuk menekan efek J curve ini.
Namun yang perlu di beri catatan positif dalam penegakan tindak pidana korupsi di Indonesia adalah sambutan baik dari beberapa pemerhati Internasional khusus Indonesia, antara lain adalah Robert Klitgaard yang mengatakan senang melihat kemajuan yang telah Indonesia capai, dan yakin dalam kurun 2-4 tahun lagi kemajuannya akan lebih pesat lagi sehingga kondisi Indonesia menjadi lebih baik. Indonesia sedikit demi sedikit telah berhasil membangun suatu tata pemerintahan yang baik dan bebas korupsi (good governance). Kondisi ini secara tidak langsung merupakan buah dari semakin kondusifnya iklim demokrasi di Indonesia. Diprediksikan dalam kurun 4-8 tahun, Indonesia akan menjadi contoh bagi dunia sebagai negara yang berhasil mewujudkan good governance.
Oleh sebab itu upaya pemberantasan korupsi seyogyanya tidak dapat dihalang-halangi oleh alasan-alasan, seperti bahwa korupsi itu sudah membudaya, korupsi terjadi dimana-mana ataupun butuh waktu yang sangat lama untuk memberantas korupsi. Korupsi, adalah suatu tindak pidana yang berbahaya karena tidak hanya dapat merugikan keuangan negara tetapi juga dapat merusak iklim investasi.
Terlepas dari kekurangan diatas, yang patut dibanggakan adalah adanya komitmen dari beberapa lembaga tinggi negara untuk bersama melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Tanggal 31 Januari 2007, Bank Indonesia (BI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan sosialisasi kepada pimpinan perbankan nasional di Jakarta tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam kesempatan itu salah satu Deputi Gubernur BI membacakan sambutan tertulis Gubernur BI dengan statemen: “Bank sebagai salah satu entitas ekonomi tentu tidak luput dari kemungkinan dijadikan sebagai sasaran dan atau sarana tindak pidana korupsi. Mengingat korupsi adalah tindak kejahatan yang menimbulkan kerusakan yang sangat luas, maka penanganannya harus dilakukan secara sistematis, terpadu, dan melibatkan seluruh komponen bangsa”.
Dalam mendukung pelaksanaan pemberantasan tindak pidana korupsi, BI telah menerapkan beberapa kebijakan strategis seperti mengeluarkan peraturan tentang prinsip Know Your Customer (KYC), Good Corporate Governance (GCG) di sektor perbankan, penerapan manajemen risiko dalam pengelolaan bank, fit & proper test terhadap calon dan atau pemilik/pengurus/pejabat bank, serta pembentukan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kejaksaan Agung RI, Kapolri dan Gubernur BI dalam rangka kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan. Disamping itu, BI juga telah membentuk Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP) yang bertugas melakukan Investigasi terhadap kejahatan perbankan membentuk Biro Informasi Kredit (BIK) yang berperan meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan dan governance perbankan secara keseluruhan.
Masalah-masalah Penegakan
Sebagai konsekuensi dari tindakan dan keputusan diatas muncul masalah ketakutan dikalangan birokrat serta pelaku bisnis. Masalah yang sangat dirasakan di kalangan birokrat adalah: (1) ketakutan dalam penggunaan anggaran pembangunan. Beberapa Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota yang menyimpan dana anggaran pembangunannya di perbankan daerah/nasional, dan kemudian dana tersebut oleh perbankan daerah/nasional di investasikan lagi ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Jumlah angka yang sangat fantastis, jika semua anggaran tersebut benar-benar dipergunakan untuk pembangunan. Efek multiplayer dari dana anggaran pembangunan tersebut bisa membantu masyarakat dalam pengurangan pengangguran dan kemiskinan. (2) Banyak birokrat yang menolak menjadi pimpinan proyek (Pimpro), (3) Banyak perusahaan dan rekanan serta pelaku bisnis yang masih bingung menentukan kebijakannya, karena kesimpang siuran informasi dan kebijakan, serta masih banyak lagi masalah lainnya.
Erry Riyana Hardjapamekas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Dialog Interaktif Ikatan Serjana Ekonomi (ISEI) di Surabaya, 02 Februari 2007 mengatakan: Hal ini mungkin bisa dimaklumi karena perubahan seringkali tidak membuat kita nyaman dan Menurut Robert Klitgaard (Rektor Claremont Graduate University) efek dari sebuah peraturan berbentuk kurva J (J curve). Kurva J biasa terjadi saat suatu aturan baru diberlakukan, akan timbul kebingungan yang menyebabkan turunnya kinerja pada awal diterapkannya aturan baru tersebut. Pemicunya adalah: (a) Uncertainty after change,(b) Fear of punishment. Karenanya ketidakpastian akibat perubahan harus ditekan, juga kejelasan aturan main harus diikuti dengan sosialisasi yang efektif, untuk menekan efek J curve ini.
Namun yang perlu di beri catatan positif dalam penegakan tindak pidana korupsi di Indonesia adalah sambutan baik dari beberapa pemerhati Internasional khusus Indonesia, antara lain adalah Robert Klitgaard yang mengatakan senang melihat kemajuan yang telah Indonesia capai, dan yakin dalam kurun 2-4 tahun lagi kemajuannya akan lebih pesat lagi sehingga kondisi Indonesia menjadi lebih baik. Indonesia sedikit demi sedikit telah berhasil membangun suatu tata pemerintahan yang baik dan bebas korupsi (good governance). Kondisi ini secara tidak langsung merupakan buah dari semakin kondusifnya iklim demokrasi di Indonesia. Diprediksikan dalam kurun 4-8 tahun, Indonesia akan menjadi contoh bagi dunia sebagai negara yang berhasil mewujudkan good governance.
Oleh sebab itu upaya pemberantasan korupsi seyogyanya tidak dapat dihalang-halangi oleh alasan-alasan, seperti bahwa korupsi itu sudah membudaya, korupsi terjadi dimana-mana ataupun butuh waktu yang sangat lama untuk memberantas korupsi. Korupsi, adalah suatu tindak pidana yang berbahaya karena tidak hanya dapat merugikan keuangan negara tetapi juga dapat merusak iklim investasi.
(Soni Harsono Awan., Wakil Ketua I Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya).
1 Komentar:
Betway Casino & Sportsbook - DRM CD
You 광주 출장안마 can bet on soccer, tennis, basketball 김천 출장마사지 and many more at Betway Sportsbook - DRM CD. This app allows you 남양주 출장안마 to bet on other 청주 출장마사지 sports like 성남 출장안마 soccer, basketball,
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda