Sabtu, 05 Januari 2008

Berkaca pada Jakarta

Jakarta adalah Ibukota Republik Indonesia, segala-galanya ada disana, dari pusat industri, perdagangan, pariwisata dan hiburan sampai dengan pusat kekuasaan dan pemerintahan, pusat koordinasi sampai dengan pusat pengambilan keputusan. Selama ini jika ada masalah di daerah salah satu kendala yang di hadapi adalah pengambilan keputusan dan koordinasi pusat dan daerah, sebagai contoh penanganan masalah tsunami di Aceh, Sumatera Utara dan Nias, bencana alam di Jawa Tengah dan Jawa Barat, sampai dengan masalah lumpur Lapindo. Bagaimana jika masalah tersebut ada di Jakarta? Mestinya tidak ada masalah bukan?
Tapi, ironisnya guyuran hujan beberapa hari yang lalu baik yang terjadi di daerah resapan Bogor dan Jawa Barat sampai dengan di Jakarta sendiri membuat Kota Jakarta menjadi danau dan sungai yang akhirnya membuat moda kehidupan dan bisnis lumpuh total. Diperkirakan kerugian secara ekonomi yang ditimbulkan sebesar 4,1 triliun, sebuah angka yang fantastis. Ditambah lagi dengan penyakit yang muncul pasca banjir, dibeberapa rumah sakit sudah tidak mampu lagi menampung pasien yang menderita diare dan demam berdarah. Hal yang juga menjadi fokus perhatian pemerintah DKI adalah masyarakat miskin (poor society) yang kembali ke bawah garis kemiskinan karena hancurnya sendi-sendi kehidupan mereka.
Jakarta dan Surabaya sebenarnya mempunyai persoalan yang sama dalam menghadapi masalah banjir pada musim penghujan, dibeberapa wilayah genangan air yang sulit surut khususnya wilayah Surabaya serta wilayah yang berbatasan dengan Gresik. Ada beberapa hal yang harus dilakukan secara berkesinambungan dan terorganisir oleh Pemerintah Kota dalam menanggulangi masalah banjir di Surabaya. Tindakan prefentif: Pertama, melakukan koordinasi dan kerjasama serta pengawasan yang ketat dalam pemberian ijin penggunaan lahan serta pendirian bangunan pada daerah-daerah resapan yang berada di wilayah Mojokerto, Sidoarjo dan Pasuruan. Kedua, pengerukan sungai dan saluran pembuangan yang berada di wilayah Surabaya secara periodik. Ketiga, rutinitas pembersihan sungai dan saluran pembuangan dari sampah. Pemerintah Kota Surabaya sudah melakukan kampanye kali bersih. Keempat, menjaga dan melakukan tindakan yang keras bagi masyarakat yang mendirikan bangunan di pinggiran kali yang peruntukannya bukan untuk bangunan. Contoh yang sudah dilakukan Pemerintah Kota Surabaya adalah revitalisasi stren Jagir pada beberapa waktu yang lalu. Kelima, konsistensi Pemkot kepada aturan yang sudah dibuat, tentang sanksi kepada masayarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya khususnya adalah pembuangan sampah pada sungai dan saluran pembuangan. Keenam, adalah menambah atau membuat saluran pembuangan yang baru pada tempat-tempat yang sering menjadi langganan banjr. Selanjutnya adalah tindakan aksi, berupa: pertama, koordinasi dengan berbagai instansi misalnya, dinas kebersihan, dinas pengairan, dinas kesehatan dan lain-lain. Kedua, mengaktifkan satuan pelaksana pada tingkat lapangan penanggulangan pertolongan untuk bencana dari tingkat kecamatan hingga tingkat Pemerintah Kota. Ketiga, melakukan pelatihan serta simulasi kepada masyarakat jika terjadi bencana banjir atau bencana alam lainnya, dari tindakan penyelamatan hingga evakuasi.
Memang hingga saat ini, banjir yang melanda Kota Surabaya tidaklah separah banjir yang melanda Kota Jakarta, namun bukan hal yang mustahil di waktu-waktu mendatang kejadian itu terjadi di Kota Surabaya, jika tidak ada tindakan yang kongkrit dilakukan oleh Pemerintah. (Soni Harsono., Wakil Ketua I Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda